Rabu, 23 November 2016

TELAAH KURIKULUM "KURIKULUM SENI"

Kurikulum Seni
Menurut UU No. 20 Tahun 2003, Kurikulum merupakan seperangkat rencana & sebuah pengaturan berkaitan dengan tujuan, isi, bahan ajar & cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan nasional. Pada dasarnya tujuan dari kurikulum adalah setiap program yang diberikan untuk peserta didik. Ada empat tujuan dari kurikulum di Indonesia, antara lain adalah :
a. Tujuan Nasional Dalam Undang-undang No. 2 tahun 1980 tentang sistem Pendidikan Nasional rumusan tujuan pendidikan nasional disebutkan Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan. Kesehatan asmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tariggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dari tujuan nasional kemudian dijabarkan ke dalam tujuan insitusional/ lembaga, tujuan kurikuler, sampai kepada tujuan insfruksional.
 b. Tujuan Intitusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh suatu lembaga pendidikan, umpamanya MI. MTs, MA, SD, SMP, SMA, dan sebagainya. Artinya apa yang harus dimiliki anak didik setelah menamatkan lembaga pendidikan tersebut, Sebagai contoh, kemampuan apa yang harus dimiliki anak didik setelah menamatkan lembaga pendidikan iersebut. Sebagai contoh, kemampuan apa yang diharapkan dimiliki oleh anak yang tamat MI, MTs, atau Madrasah Aliyah. Rumusan tujuan institusional harus merupakan penjabaran dan tujuan umum (riasional), harus memiliki kesinambungan antara satu jenjang pendidikan tinggi dengan jenjang Iainnya (MI, MTs, dan MA sampal ke IAIN/ perguruan tinggi). Tujuan institusional juga harus memperhatikan fungsi dan karakter dari lembaga pendidikannya, seperti lembaga pendidikan umum, pendidikan guru dan sebagainya
c. Tujuan Kurikuler adalah penjabaran dan tujuan kelembagaan pendidikan (tujuan institusiorial). Tujuan kurikuler adalah tujuan di bidang studi atau mata pelajaran sehingga mencerminkan hakikat keilmuan yang ada di dalamnya. Secara oerasional adalah rumusan kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki anak didik setelah mempelajari suatu mata pelajaran atau bidang studi tersebut.
d. Tujuan Instruksional dijabarkan dari tujuan kurikuler. Tujuan ini adalah tujuan yang langsung dihadapkan kepada anak didik sebab harus dicapai oleh mereka setelah menempuh proses belajar-mengajar. Oleh karena itu tujuan instruksional dirumuskan sebagai kemampuan-kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh anak didik setelah mereka menyelesaikan proses belajar-mengajar. Ada dua jenis tujuan institusional, yaitu tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK). Perbedaan kedua tujuan tersebut terletak dalam hal kemampuan yang diharapkan dikuasai anak didik. Pada TIU sifatnya lebih luas dan mendalam, sedangkan TIK lebih terbatas dan harus dapat diukur pada saat berlangsungnya proses belajar-mengajar. Dengan demikian TIK harus lebih operasional dan mudah dilakukan pengukuran.
Dalam hal ini kurikulum harus terus dikembangkan agar tercapainya suatu tujuan yang optimal untuk para peserta didik. Kurikulum tentang seni juga terus berkembag dari tahun ketahun. Berikut adalah pengembangan kurikulum pendidikan seni rupa :
a.       Kurikulum Pendidikan Seni 1975 dan 1984
Pada tahun 1975 terjadi perubahan yang menyeluruh pada mata pelajaran ekspresi, yang sebelum itu dalam kurikulum sekolah umum dikenal dengan nama mata pelajaran menggambar dan seni suara. Namun, nama itu diganti menjadi “Pendidikan kesenian”. Istilah mata pelajaran juga diganti dengan “bidang studi’, sehingga lengkapnya menjadi “bidang studi pendidikan kesenian”. Kurikulum 1975 disempurnakan lagi pada tahun 1994 dengan sebutan kurikulum 1984. Istilah pendidikan kesenian kemudian diganti dengan pendidikan seni. Pembagian ilmu seni dan alokasi waktunya juga diperkecil , hanya diberi di kelas satu dan dua sekolah menengah umum.

b.      Kurikulum Pendidikan Seni 1994
Diberlakukannya undang-undang Sistem Pendidikan Nasional sebagai dasar dari kurikulum. Digunakannya pembelajaran terpadu antara beberapa cabang seni. Nama pendidikan seni berubah menjadi “Kerajinan Tangan dan Kesenian”. Pengajaran terpadu dalam Kerajinan Tangan dan Kesenian disebut juga dengan KTK, yang bermuatan wawasan kedaerahan (muatan lokal).

c.       KBK, Kurikulum 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006
Undang-undang otonomi daerah tahun 2000 adalah salah satu pemicu perubahan mendasar dalam kurikulum pendidikan di Indonesia yang berdampak pula pada kurikulum pendidikan seni. Populer dengan sebutan “Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)”, pemerintah hanya menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikatornya saja. Belum genap dua tahun kurikulum 2004, pemerintah mengeluarkan kurikulum baru tahun 2006 yang dikenal dengan sebutan “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)”. Konsep pengembangan kurikulum yang sangat besar diserahkan hingga ke tingkat sekolah sesuai dengan sumber daya yang dimiliki sekolah. Mata pelajaran pendidikan seni pun berubah nama menjadi mata pelajaran Seni Budaya.

Sumber :
chi-wulandari.blogspot.com/2013/11/perkembangan-kurikulum-pendidikan-seni.html



TELAAH KURIKULUM "MODEL PEMBELAJARAN"

Model Pembelajaran
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, seorang guru harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan pembelajaran menjadi lebih menarik. Oleh sebab itu model pembelajaran diperlukan oleh seorang pendidik untuk menciptakan suasana kelas yang tidak monoton setiap harinya.
Model Pembelajaran menurut beberapa ahli sebagai berikut : Agus Suprijono (2010) menurutnya, model pembelajaran merupakan suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran  Model Pembelajara dikelas maupun tutorial dan Slavin (2010) dan Slavin (2010) mengemukakan model pembelajaran  sebagai tujuan acuan kepada suatu pendekatan pembelajran termasuk tujuan, sintaknya, lingkungan dan sistem pengelolaannya.  Berikut ini beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar.

1.      Picture and Picture
Langkah – langkah :
  •      Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
  •      Menyajikan materi sebagai pengantar
  •      Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
  •    Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis
  •      Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
  •    Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi  yang ingin dicapai
  •       Kesimpulan/rangkuman


2.      Igsaw (Model Tim Ahli)
Langkah – langkah :
  • Siswa dikelompokkan ke dalam = 4 anggota tim
  • Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
  • Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
  • Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
  • Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
  •  Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
  • Guru memberi evaluasi
  • Penutup 


3.      Examples non examples
Langkah – langkah :
  • Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
  • Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
  • Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar
  • Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas
  •  Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
  • Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
  •  Kesimpulan


4.      Cooperative Script
Skrip kooperatif, metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian – bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah – langkah :
  • Guru membagi siswa untuk berpasangan
  • Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan
  • Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
  • Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.
  • Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas.
  • Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan Guru
  • Penutup.


5.      Mind mapping
Langkah – langkah :
  •  Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai 
  • Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa/sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban
  • Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang
  •  Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi
  • Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papat dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru
  • Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi bandingan sesuai  konsep yang disediakan guru


Sumber :

https://www.seputarpengetahuan.com

Minggu, 20 November 2016

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK "PERKEMBANGAN SENI RUPA ANAK - ANAK"

Perkembangan Seni Rupa Anak – Anak
1.      Perkembangan Seni Rupa Anak
Anak usia dini adalah anak – anak yang berada pada rentan usia 0 – 6 tahun ( Undang – Undang Sisdiknas tahun 2003 ) dan 0 – 8 tahun menurut pakar pendidikan anak. Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhandan perkembangan yang bersifat unik. Mereka memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya ( Mansur , 2005 : 88 ).
Anak – anak mengungkapkan perasaan melalui gambar, belum terlalu rinci hanya sebagian yang menarik perhatian. Berikut ini periodisasi perkembangan seni rupa anak – anak menurut Viktor Lowenfeld atau W. Lambert Brittain.
Penyelidikan yang dilakukan terhadap anak – anak usia 2 – 17 tahun menghasilkan periodisasi sebagai berikut :
1.      Awal dari ekspresi diri : tahap Mencorat – coret 2 – 4 tahun.
Seni berkontribusi sangat besar dalam perkembangan anak, untuk itu dalam interaksai antara anak dan lingkungannya harus dilakukan secara langsung. Meskipun kadang kita berpikir seni dimulai dari seorang anak yang menggambar sesuatu di atas kertas, sebenarnya semua itu dimulai jauh di awal yaitu ketika indra pertama seorang anak dihubungkan dengan lingkungan dan anak mulai bereaksi terhadap pengalaman – pengalaman sensoriknya.
Meskipun ekspresi vocal yang pertama kali dilakukan oleh anak – anak, namun catatan permanen biasanya diambil dari coretan di usia delapan belas bulan atau lebih. Tapi sangat disayangkan bahwa “coretan” seorang anak memiliki konotasi negative bagi orang dewasa.
Perkembangan tahap Mencorat – coret anak  adalah sebagai berikut :
-          Mencorat – Coret yang berantakan.
-          Mencorat – Coret yang terkendali
-          Penamaan Corat – Coret
2.      Upaya representasional pertama : Tahap prabagan , 4 – 7 tahun
Tahap tanda dan coretan perlahan – lahan menghilang, pada tahap ini lebih banyak hubungan dengan gerakan tubuh dan ditandai oleh objek visual. Biasanya pada usia 4 tahun, anak – anak membuat bentuk yang dikenali, walaupun tidak mirip dengan bentuk sebenarnya. Pada usia 5 tahun bisa dibedakan gambarnya yaitu biasanya menggambar orang, rumah, atau pohon dan anak saat usia 6 tahun bentuk – bentuk gambar telah berkembang menjadi gambar yang lebih jelas untuk dikenali.
-          Karakteristik Gambar Prabagan
Tahap ini gambar anak – anak lebih berkembang dari garis kearah yang lebih pasti. Garis melingkar dan garis membujur berubah menjadi bentuk yang lebih pasti dan dapat dikenali, dan upaya representasi telah tumbuh langsung dari tahap menulis. Pandangan lain tentang tahap ini yaitu upaya representasi pertama dari stimulasi visual maupun dari konsep, namun sesungguhnya semua itu berasal dari apa yang anak rasakan. Selama tahap perkembangan anak terus mencari konsep – konsep yang baru, dan symbol representasinya juga terus berubah. Tetapi pada saat usia tujuh tahun, anak telah menetapkan skema. Gambar anak – anak di kelas pertama biasanya dapat diketahui dari pola atau objek yang diambil dengan cara yang sama lagi dan lagi.
Arti Warna
Pada tahap pertama, lebih banyak minat dan kegembiraan yang dirangsang melalui gambar ke objek dan antara warna dan objek. Dalam tahap ini anak – anak sering menggunakan warna untuk mencocokkn objek, namun setelah anak – anak mulai menggunakan garis untuk menggambar bentuk gambar mereka, mereka mulai mencocokkan objek bukan lagi karena warna. Pada tahap ini gambar sering ada sedikit hubungan antara warna yang dipilih dan objek yang mewakili. Namun bukan berarti warna tidak memiliki arti bagi anak – anak. Ditemukan beberapa anak usia empat tahun, warna kuning dipih untuk menggambarkan kebahagiaan dan warna coklat menggambarkan kesedihan, dengan objek gambar yang sama. Anak – anak memiliki psikologi lebih dalam pemilihan warna, tetapi makana ini cenderung sulit ditafsirkan oleh orang dewasa.
Arti Ruang
Representasi ruang dalam gambar berbeda secara luas, tidak hanya tergantung pada individu tetapi juga budaya di lingkungannya.
Gambar anak pada tahap reprenstasi pertama menunjukkan konsep yang berbeda dengan orang dewasa. Pada pandangannya ruang cenderung dalam urutan acak, namun ketika dilihat lebih dalam ruang tergambar tentang apa yang ada disekelilingnya. Konsep tata ruang dalam tahap ini, mengandung sesuatu yang berkaitan dengan dirinya dan tubuhnya sendiri. Kadang – kadang disebut ruang tubuh. Dan perubahan ruang dalam gambar kadang – kadang disebut dengan objek.
Mengajarkan konsep orang dewasa kepada anak – anak pada tahap ini bukan hanya akan membingungka tetapi akan merusak rasa percaya diri dan kreatifitas anak.

3.      pencapaian konsep bentuk: tahap skema/ masa bagan 7 9 tahun
Meskipun semua gambar disebut skema, atau symbol, benda nyata , dalam tahap ini skema sebagai konsep, dimana seorang anak mengulangi lagi dan lagi setiap kali ada pengalaman yang tak disengaja dan mempengaruhi perubahan konsep. Dalam tahap ini anak – anak menggambar sosok manusia dalam berbagai cara, dan berubah dari hari ke hari berikutnya. Pada usia tujuh tahun gambar sesosok manusia lebih dikenali dan memerankan bagian tubuh tergantung pada pengetahuan mereka.

4.      realisme fajar: usia geng/ masa realism awal 9 – 12 tahun
Pada usia ini sudah menunjukkan perkembangan kemandirian social dari dominasi orang dewasa, pembelajaran strutrus social secara pribadi. Pada usia ini adalah waktunya untuk berkelompok dari pada individu.
Penguasaan konsep ruang mulai dikenali, sehingga letak objek tidak bertumpu pada garis dasar. Selain warna dan ruang, dalam tahap ini juga mulai mengenal irama dan keseimbangan.


5.      Usia penalaran : masa naturalisme semu 12 – 14 tahun
   Kemampuan berpikir dan kesadaran social semakin berkembang pesat. Pengamatan objek lebih rinci. Memperlihatkan rasa ruang dan lingkungan, dan focus menurut sesuatu yang menarik baginya. Ekspresi kreatif dan perkembangan intelektualnya semakin meningkat.

6.      Tahap penentuan : usia 14 – 17 tahun
Pada tahap ini kesadaran tentang bakat semakin berkembang. Anak yang berbakat dan menyukai seni akan terus melanjutkan dan mengembangkan kreatifitasnya melalui bimbingan guru ataupu orang tuanya, berbeda dengan anak yang tidak menyukai seni, maka ia akan mencari kegiatan lain yang disukainya.
 Perkembangan Seni Rupa Anak menurut Sir Cyril Burt adalah sebagai berikut :
1.      Masa Corengan 2 – 5 tahun, meliputi goresan yang tak teratur ( 2 tahun), goresan teratur (3 tahun), goresan berdasarkan intuisi anak (4 tahun), goresan yang terlokalisir ( 5 tahun).
2.      Masa Simbilisme diskriptif ( 6 tahun), seorang anak menamai gambarnya meskipun tidak mirip dengan bentuk aslinya.
3.      Masa realism deskriptif (7 – 8 tahun), pada usia ini anak merasakan adana kenyataan dari apa yang dilihat, tetapi belum diungkapkan dengan benar.
4.      Masa visual realisme (9- 10 tahun), dimana anak mampu menggambar bentuk dan warna objek cenderung mirip aslinya.
5.      Masa perwujudan (11 – 14 tahun), gambar yang dibuat jauh lebih mirip dengan objek asli, meskipun dengan proporsi yang tidak tepat.
6.      Masa revival (15 – 17 tahun), pengungkapan dimensi ruang dan kedalaman menjadi serius.







Rangkuman Gambaran Perkembangan Kegiatan Menggambar Pada Anak dan Remaja
Sir Cyril Burt
Ruth Griffiths
Viktor lowenfeld dan W. Lambert Brittain
Amir Hamzah Nasution dan Oejeng Soewargana
Masa Corengan (2 – 5 tahun)
Tahap goresan
Masa Corengan (2- 4 tahun)
Periode menggores (sampai usia 3 tahun)
Masa Perlambangan Terurai (5 – 6 tahun)
Tahap bentuk geometris kasar dan garis
Masa Prabagan (4 – 7 tahun)
Periode skema (3 – 7 tahun)
Masa Realisme Terurai (7 – 8 tahun)
Tahap juxtaposisi
Masa Bagan (7 – 9 tahun)
Periode bentuk dan garis (7 – 9 tahun)
Masa Realisme Cerapan (9 – 10 tahun)
Tahap pemaduan bagian
Masa Realisme (9 -12 tahun)
Periode silhuet (9 – 10 tahun)
Masa Represif (11 -14 tahun)
Tahap representasi
Masa Naturalisme Semu (12 – 14 tahun)
Periode perspektif (10 – 14 tahun)
Masa Kebangkitan Rasa Artistik ( 15 tahun)
Tahap pengembangan tema
Masa Kepastian (14 – 17 tahun)


Sumber :  1)Education Through Art, Herbert Read (1958); 2) Creative and Mental Growth, Viktor Lowenfeld dan W.Lambert Brittain (1970); dan Pengantar Ilmu Djiwa Kanak – Kanak, Naution dan Soewargana (1968)
Materi kuliah perkembangan peserta didik
teorisenigambar.blogspot.com



PROFESI KEPENDIDIKAN "PROFESI"

Profesi
Profesi itu dapat pula menujukkan dan mengungkapkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu (a particular business, (Hornby, 1962). Profesi itu pada hakekatnya merupakan suatu pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khuaus dan istemewa sehingga menyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya. Proffesional menunjukkan pada dua hal yaitu orang yang menyandang suatu profesi dan penampilan seseorang dalam melkaukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinnya. Profesionalisme adalah menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya. Profesionalitas mengacu pada sikap para anggota profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaanya. Profesionalisasi menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para anggota profesi dalam mencapai criteria yang standar dalam penampilannya sebagai anggota suatu profesi.
Menuurut National Education Association (NEA) krakteristik profesi adalah sebagai berikut :
1.      Melibatkan intelektual
2.      Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
3.      Jabatan yang memerlukan persiapan professional yang lama
4.      Jabatan yang memerlukan “latihan dalam jabatan” yang berkesinambungan
5.      Jabatan yang menjajikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen
6.      Jabatan yang menentukan baku (standart) sendiri
7.      Jabatan yang lebih mementingkan layanan daripada keuntungan pribadi
8.      Jabatan yang mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat.
Syarat pekerjaan dikatakan sebagai profesi sebagai berikut :
1.      Memiliki  cakupan ranah kawasan pekerjaan atau pelayanan khas, definitive dan sangat penting dan dibutuhkan masyarakat.
2.      Memiliki wawasan, pemahaman dan penguasaan pengetahuan yang teoritis dan relevan secara luas dan mendalam
3.      Memiliki sistem pendidikan yang mantap dan mapan
4.      Memiliki perangkat kode etik professional
5.      Memiliki organisasi yang menghimpun, membina dan mengembangkan kemampuan profesionalan
6.      Memiliki jurnal secara publikasi professional lainnya
7.      Memeperoleh pengakuan dan penghargaan yang selayaknya

                                                                  

Minggu, 13 November 2016

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK "ANAK LUAR BIASA"

Anak Luar biasa “Anak Berkubutuhan khusus”

Sebutan bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus sangat bervariasi. Baraga (1976:12) menyatakan bahwa tidak konsistensinya penggunaan peristilahan yang dipakai oleh dokter, psikolog, dan pendidik mungkin sebagai karakteristik dari sikap profesi atau budaya, perbedaan kepentingan diantara berbagai disiplin ilmu, dan juga perbedaan peran tugas dari masing-masing disiplin ilmu. Peristilahan yang sering muncul di kita seperti penyandang cacat, anak luar biasa, anak berkelainan, dan sebagainya. Gifted adalah sebutan untuk anak yang memiliki kelebihan diandingkan anak normal, sedangkan Handicepped adalah seutan agi anak yang memiliki kekurangan dibanding anak lainnya.

Jenis anak luar biasa dapat digolongkan berdasarkan jenis kelainannya, seperti: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan tunaganda.

1. Tunanetra
Tunanetra biasa disebutkan bagi mereka yang memiliki kekurangan di pengihatan. Tunanetra diartikan sebagai orang yang memiliki ketajaman penglihatannya 20/200 atau lebih kecil pada mata yang terbaik setelah dikoreksi dengan mempergunakan kacamata, atau ketajaman penglihatannya lebih baik dari 20/200 tetapi lantang pandangnya menyempit sedemikian rupa sehingga membentuk sudut pandang tidak lebih besar dari 20 derajat pada mata terbaiknya.

2. Tunarungu
Tunarungu juga disebutkan bagi mereka yang memiliki kekurangan pada pendengaran dan diikuti dengn kekurangan tidak bisa bicara. Dalam mendefinisikan tunarungu ditinjau dari sudut pandang kebutuhan pendidikan, adalah penting untuk mempertimbangkan antara beratnya kehilangan pendengaran dan usia terjadinya ketulian yang diperoleh seseorang. Beratnya ketulian sangat penting dalam menentukan penggunaan sisa pendengaran yang mungkin masih dimiliki oleh anak. Usia terjadinya ketunarunguan merupakan suatu pertimbangan yang harus dikritisi, karena bagaimanapun ada hubungannya dengan perkembangan bahasa.


3. Tunagrahita
Berbagai istilah telah banyak dipergunakan bagi anak-anak tunagrahita atau retardasi mental. Kecenderungan istilah yang sekarang dipergunakan adalah developmental disability daripada mental retardation. Anak mampu didik (educable mentally retarded) diharapkan mampu untuk belajar membaca dan menulis pada tingkat sekolah dasar tetapi dengan langkah yang lambat. Anak mampu latih (trainable mentally retarded) dianggap mampu belajar hanya beberapa kata yang terbatas dan sangat terbatas dalam keterampilan berhitung. Mereka dianggap mampu untuk menjadi semi-mandiri pada tahapan yang terbaik. Anak subtrainable atau custodial adalah mereka yang ada pada tahap bawah dimana mereka menjadi tanggung jawab sekolah dan guru.
Klasifikasi Anak Tunagrahita
Pengklasifikasian / pengglongan anak tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut America Association on Mental Retardation dalam Spesial Education in Ontario Schools (p. 100) sebagai berikut :
a. Educable,Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemmapuan dalam akademik setara dengan anak reuler pada kelas 5 sekolah dasar.
b. Trainable, Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri, dan penyesuaian sosial. Sanfgat terbatas kemapuan untuk pendidikan secara akademik
c. Custodial, Dengan peberian latihan yang terus menerus dan khusus, dapat melatih anak tentang dasar-dasar car amenolong diri sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan pengawasan dan dukungan terus menerus.
Sedangkan penggolongan tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut B3PTKSM (P. 26) sebagai berikut :
1. Taraf perbatasan (border line) dalam [pendidikan disebt sebagai lamban belajar ( slowlerner) dengan IQ 70 – 85
2. Tunagrahita mampu didik (educable mentally retarded dengan IQ 50 – 75
3. Tunagrahita mampu latih ( dependent of proudlley retarded dengan Q 30 – 50 atau IQ 3 -55
4. Tunagrahita butuh rawat ( dependent of proudlly mentally retarded dengan IQ 25 – 30.
Pengolongan tunagrahita secara medis – biologis menurut roan, 1979 dalm B3 PTKSM sebagai berikut :
1. Retardasi mental taraf perbatasan ( IQ 68 – 85)
2. Retardasi mental ringan (IQ 52 – 67)
3. Retardasi mental sedang (IQ 36 – 51)
4. Retardasi mental berat ( 20 -35)
5. Retardasi sangat berat (IQ < 20 dan
4. Tunadaksa
Tunadaksa adalah mereka yang mengalami kecacatan atau kelainan pada bagian atau anggota tubuh yang disebabkan oleh disfungsi otot tulang dan persendian. Tunadaksa dibagi ke dalam dua jenis, yaitu: (1) tunadaksa murni, golongan ini umumnya tidak mengalami gangguan mental atau kecerdasan, seperti poliomylitis serta cacat ortopedis lainnya, dan (2) tunadaksa kombinasi, golongan ini masih ada yang normal namun kebanyakan mengalami gangguan mental, seperti anak Cerebral Palsy.

5. Tunalaras
Tunalaras merupakan istilah atau sebutan bagi mereka yang mengalami penyimpangan tingkah laku sedemikian rupa sehingga merugikan dirinya maupun lingkungannya. Tingkah laku mereka dikatakan menyimpang karena tidak selaras dengan norma-norma yang berlaku dilingkungannya. Penyimpangan tingkah laku tersebut dilakukan dengan
frekuensi dan kualitas yang serius.

6. Tunaganda
Tunaganda merupakan kombinasi dari kelemahan dan kerusakan beberapa fungsi, misalnya: kombinasi tunagrahita dengan tunanetra, tunagrahita dengan tunadaksa, tunanetra dengan tunarungu, tunagrahita dengan penyimpangan wajah dan tubuh atau gangguan ortopedik.
Kombinasi dari kecacatan tersebut menyebabkan kesulitan dalam kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan, bertahan hidup, dan proses belajar anak.

Sumber : BUKU_PSIKOSOSIAL_ALB

                Anak_Tunagrahita